Senin, 01 April 2013

Curhat Buat Sahabat



Terkadang, kita merasa kehilangan arah. Berjalan pada jalan yang kita pikir tidak semestinya. Padahal, kita sendiri yang mengakui, bahwa jalan inilah yang dari awal telah kita pilih untuk ditapaki. Memilih jalan ini, tapi tak berpikir bahwa ini adalah jalan benar yang dipilih, semestinya tidak melalui jalan ini. Hingga terkadang, dalam keramaian, kita merasa sepi, dan saat pemandangan di setapak ini tak seperti yang kita bayangkan sebelumnya, lantas kita merasa lengah. Jenuh pada situasi yang kita rasa tak pernah mengenakkan. Merasa melalui jalan ini hanyalah sebuah keterpaksaan tanpa gairah.
Padahal, bukankah jalan ini yang telah kita pilih sebelumnya? Terkadang, merasa benar memang tak selamanya harus benar. Lihat sekeliling, kita tidak sendiri. Kita bersama, kita berjama’ah, kita berjalan ke arah yang sama. Ada banyak saudara yang masih mengiringi langah ini. Tak perlu ragu, tak perlu merasa sendiri.
Siapapun, merasa animo dan gairah selalu datang terlalu awal. Orang bilang, hangat-hangat tahi ayam. Maka itulah pentingnya kita menjaga semangat. Langkah pertama yang kita pilih bahwa kita dibutuhkan di sini, perlu diteruskan. Bukankah bunga-bunga semangat untuk merubah ada dengan begitu hebatnya di awal-awal perjuangan kita? Lalu mengapa kini seolah hilang?
Kita yang sudah melupakan semangat itu, atau semangat itu lenyap dengan semakin terjebaknya hati pada daerah nyaman? 
Orang ingin melihat kerja besar kita, Saudraku. Sama seperti ketika pertama kali kita datang, kita merasa dapat berguna banyak di sini. Kita memilih karena yakini tempat ini juag telah memilih kita. Maka tunjukkanlah prestasi besar yang pernah tercatat dalam tinta emas sejarah panjang dalam lembaran-lembaran CV-mu. Terkadang, lembaran-lembaran CV tak lagi diperlukan ketika kita telah sampai di lapang padang. 
Lapang itu digagahi oleh mentari terik yang tak sekedar panas, ia menyengat. Maka sejauh mana mereka memandang adalah bukan dari bagaimana kita berteduh pada kejayaan masa lalu. Mereka menuntut, bahwa dari panjang pengalaman kita, kita bisa membuat gubuk sederhana, sumur yang tak perlu terlalu dalam, cukup dapat memancarkan mata air. Kitalah yang di haruskan untuk memberi keteduhan. Bukan sekedar berteduh dari lembaran-lembarang perjalanan yang hanya teronggok bersama kertas-kertas sejarah.
Benar, sejarah memberi kita teladan dalam banyak hal. Namun kita juga dituntut untuk lebih bijak dalam menyikapi hidup bermasalah dalam bingkai keteladanan sejarah. Haruskah kita selalu merasa bangga pada sejaarh panajng ummat ini yang bukan hanya sukses besar melahirkan ulama-ulama kenamaan, pula memunculkan ilmuwan-ilmuwan luar biasa. Bangga boleh, saudaraku. Namun jangan terlampau terlena pada kemilau emas sejarah dituliskan. Masalah kita ada di depan, bukan di belakang. Maka jangan cukupkan diri dengan berbangga diri, dan membicarakannya berlualng-ulang. Munculkan ulama dalam dirimu. Lahirkan generasi pemikir dalam hidupmu. Karena yang kita hadapi adalah kondisi di depan.  Mulailah berbenah, dan lihat ke depan. Berjuanglah, karena kamu bisa.
Lalu, bila kau bilang kau merasa sendiri di jalan ini, kau anggap apa kami selama ini? Apakah sejarah panjang dulu menenggelamkan kami dihadapanmu, hanya karena panorama jalan ini tak sesuai dengan apa yang kau bayangkan sebelumnya?  
Aah, iya, aku tahu maksud dari kesendirianmu.. di dunia sebelum ini, akupun kadang merasa hal yang sama. Sedikitnya dukungan dari orang yang semestinya  kita mintai dukungan. Keraguan dari orang yang justru kepercayaannya adalah semangat besar bagi kita. Lantas, kita merasa sendiri, merasa terkucilkan dalam perjalanan.
Kau pernah dengar kisah masa lalu sahabat? Tentang kuda yang mersa tersingkir oleh kehadiran kerbau dalam satu misi yang sama. Ia merasa sang majikan tak lagi membutuhkan tenaganya dalam pekerjaan ini, mengangkat gerobak. Bila sang kerbau yang menarik gerobak, tak banyak makian dan cambukan yang dilontarkan sang majikan. Namun bila giliran kuda yang menarik gerobak, majikan tak segan mengeluarkan umpatan-umpatan seolah ia marah. Majikan dengan ringan mencambuk dan memukul-mukul pantat kuda seolah mengeluarkan seluruh amarah pada sang kuda.
Kau paham apa maksud sang majikan berbuat demikian? Karena potensi! Potensi kuda dalam menarik gerobak jauh lebih besar dari pada kerbau. Maka sang majikan memberikan dorongan dengan luar biasa untuk “memotivasi” kinerja Kuda agar potensinya keluar dengan optimal. 
Husnuzhan, lah. Barangkali mereka menginginkanmu menjadi kuda alih-alih membiarkanmu menjadi kerbau. Berbaik sangkalah barang kali itu adalah motivasi mereka untukmu, cambukan mereka untukmu, agar kinerja dakwahmu jauh lebih optimal. Karena mereka yakin, kau bukan anak manja seperti persepsimu tentang dirimu sendiri.

Buanglah segala keraguan.
Karena jalan ini tak pernah memaksamu memilihnya
Berjuang adalah jiwamu
Berjamaah adalah bagian hidupmu
Karena kau tak pernah sendiri
Buanglah segala kecemasan
Karena kita kan selalu bersama
Percayakan hatimu pada mereka
Yang jua mendamba kesuksesanmu
Menjauhlah dari segala prasangka
Berjuanglah,
Karena istiqamah tak menghampiri pada keajegan
Bergeraklah,
Karena memperbaiki diri adalah sumber hidayah
Jangan lupakan,
Kami mendukungmu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar